Monday, July 7, 2008

RUANG LINGKUP KEGIATAN PERENCANAAN KEHUTANAN DI INDONESIA

RUANG LINGKUP KEGIATAN PERENCANAAN KEHUTANAN

DI INDONESIA



1. Sistem Perencanaan Kehutanan

Perencanaan kehutanan adalah proses penetapan tujuan, penentuan kegiatan dan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan lestari untuk memberikan pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjtan.

Tujuan perencanaan kehutanan adalah mewujudkanpenyelenggaraan kehutanan yang efektif dan efisien untuk mencapai menfaat fungsi hutan yang optimum dan lestari.

Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan :

a. Inventarisasi hutan

b. Pengukuhan kawasan hutan

c. Penatagunaan kawasan hutan

d. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

e. Penyusunan rencana kehutanan

Perencanaan kehutanan dilaksanakan :

a. Secara transparan, partisipatif dan bertanggung-gugat

b. Secara terpadu dengan memperhatikan kepentingan nasional, sektor terkait dan masyarakat serta mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi, sosial budaya dan berwawasan global

c. Dengan memperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah termasuk kearifan tradisional

2. Inventarisasi Hutan

Inventarisasi hutan adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data serta informasi tentang sumberdaya, potensi kekayaan alam hutan serta lingkungannya secara lengkap.

Kegiatan inventarisasi hutan terdiri dari:

a. Inventarisasi hutan tingkat nasional

b. Inventarisasi hutan tingkat wilayah

c. Inventarisasi hutan tingkat Daerah Aliran Sungai; dan

d. Inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan

a. Inventarisasi Hutan Tingkat Nasional

1) Menteri menetapkan kriteria dan standar inventarisasi hutan sebagai acuan penyusunan pedoman inventarisasi hutan

2) Menteri menyelenggarakan inventarisasi hutan tingkat nasional

3) Penyelenggaraan inventarisasi hutan tingkat nasional dilakukan dengan melaksanakan inventarisasi hutan di seluruh wilayah Indonesia untuk memperoleh data dan informasi tentang sumberdaya, potensi kekayaan hutan serta lingkungannya

4) Dilaksanakan paling sedikit satu kali dalam lima tahun

5) Menjadi acuan pelaksanaan inventarisasi tingkat yang lebih rendah.

b. Inventarisasi Hutan Tingkat Wilayah (Propinsi)

1) Gubernur menetapkan pedoman inventarisasi hutan berdasarkan kriteria dan standar inventarisasi hutan yang ditetapkan Menteri, sebagai acuan pelaksanaan inventarisasi hutan

2) Gubernur menyelenggarakan inventarisasi hutan tingkat propinsi dengan mengacu pada pedoman inventarisasi hutan yang ada

3) Penyelengaraan inventarisasi hutan tingkat propinsi dilakukan dengan melaksanakan inventarisasi hutan di seluruh wilayah propinsi dan dengan mengacu kepada hasil inventarisasi hutan tingkat nasional. Apabila hasil inventarisasi hutan tingkat nasional belum tersedia, Gubernur dapat menyelenggarakan inventarisasi hutan untuk mengetahui potensi sumberdaya hutan terbaru yang ada di wilayahnya.

4) Dilaksanakan paling sedikit satu kali dalam lima tahun.

c. Inventarisasi Hutan Tingkat Wilayah

1) Bupati/Walikota menyelenggarakan inventarisasi hutan tingkat wilayah kabupaten/kota dengan mengacu pada pedoman penyelenggaraan inventarisasi hutan yang disusun berdasarkan kriteria dan standar inventarisasi hutan yang ditetapkan Menteri.

2) Penyelenggaraan inventarisasi hutan tingkat kabupaten/kota dilakukan dengan melaksanakan inventarisasi hutan diseluruh wilayah kabupaten/ kota dan dengan mengacu kepada hasil inventarisasi tingkat propinsi. Apabila hasil inventarisasi hutan tingkat propinsi belum tersedia, Bupati/ Walikota dapat menyelenggarakan inventarisasi hutan untuk mengetahui potensi sumberdaya hutan terbaru yang ada di wilayahnya.

3) Dilaksanakan paling sedikit satu kali dalam lima tahun.

d. Inventarisasi Hutan Tingkat DAS

1) Inventarisasi hutan tingkat DAS diatur sebagai berikut :

- Untuk DAS yang wilayahnya meliputi lintas propinsi diselenggarakan oleh Menteri

- Untuk DAS yang wilayahnya meliputi lintas kabupaten/kota diselenggarakan oleh Gubernur.

- Untuk DAS yang wilayahnya di dalam kabupaten/kota diselenggarakan oleh Bupati/Walikota.

2) Inventarisasi hutan tingkat DAS dimaksudkan sebagai bahan penyusunan rencana pengelolaan DAS yang bersangkutan. Bagi DAS yang wilayah-nya meliputi lintas propinsi mengacu pada hasil inventarisasi tingkat nasional, sedangkan DAS yang wilayahnya meliputi lintas kabupaten/kota mengacu pada pedoman/ketetapan Gubernur tentang pedoman invent-tarisasi hutan srta hasil inventarisasi hutan tingkat nasional dan tingkat propinsi.

3) Inventarisasi hutan tingkat DAS yang wilayahnya di dalam kabupaten/ kota dilaksanakan dengan mengacu kepada pedoman/ketetapan Gubernur tentang pedoman inventarisasi hutan serta hasil inventarisasi hutan tingkat wilayah.

4) Dilaksanakan paling sedikit satu kali dalam lima tahun.

e. Inventarisasi Hutan Tingkat Unit Pengelolaan

1) Inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan dimaksudkan sebagai bahan dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan pada unit pengelolaan hutan yang bersangkutan dan dilaksanakan oleh pengelola dengan mengacu pada pedoman penyelenggaraan inventarisasi hutan yang ditetapkan oleh Gubernur.

2) Inventarisasi ini dilaksanakan paling sedikit satu kali dalam lima tahun sedangkan inventarisasi hutan untuk menyusun rencana kegiatan tahunan pada blok operasional dilaksanakan setiap tahun.

3. Pengukuhan Kawasan Hutan

Pengukuhan kawasan hutan adalah kegiatan yang berhubungan dengan penataan batas suatu wilayah yang telah ditunjuk sebagai wilayah hutan guna memperoleh kepastian hukum mengenai status dan batas kawasan hutan.

Pengukuhan kawasan hutan bertujuan untuk terwujudnya kepastian hukum mengenai status, batas dan luas wilayah hutan.

Pengukuhan kawasan hutan dilakukan melalui tahapan kegiatan sebagai berikut :

1) penunjukan kawasan hutan

2) penataan batas kawasan hutan

3) pemetaan kawasan hutan, dan

4) penetapan kawasan hutan

1) Penunjukkan kawasan hutan

Penunjukan kawasan hutan adalah penetapan awal peruntukan suatu wilayah tertentu sebagai kawasan hutan, yang meliputi wilayah propinsi dan wilayah tertentu secara partial. Penunjukan kawasan hutan wilayah propinsi dilaku-kan oleh Menteri dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) dan atau pemaduserasian TGHK dengan RTRWP.

Penunjukan wilayah tertentu secara partial menjadi kawasan hutan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

· Usulan atau rekomendasi Gubernur dan atau Bupati/Walikota

· Secara teknis dapat dijadikan hutan

2) Penataan batas kawasan hutan

Penataan batas kawasan hutan adalah kegiatan yang meliputi proyeksi batas, pemancangan patok batas, pengumuman, inventarisasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga, pemasangan pal batas, pengukuran dan pemetaan serta pembuatan Berita Acara Tata Batas.

Tahapan pelaksanaan penataan batas adalah sebagai berikut :

a) Pemancangan patok batas sementara

b) Pengumuman hasil pemancangan patok batas sementara

c) Inventarisasi dan penyelesaian hak-hak pihak ke tiga yang berada di sepanjang trayek batas dan di dalam kawasan hutan

d) Penyusunan Berita Acara Pengakuan oleh masyarakat di sekitar trayek batas atas hasil pemancangan patok batas sementara

e) Penyusunan Berita Acara Pemancangan batas sementara yang disertai dengan peta pemancangan patok batas sementara.

f) Pemasangan pal batas yang dilengkapi dengan lorong batas

g) Pemetaan hasil penataan batas

h) Pembuatan dan penandatanganan Berita Acara Tata Batas dan Peta Tata Batas, dan

i) Pelaporan kepada Menteri dengan tembusan kepada Gubernur.

Gubernur menetapkan pedoman penyelenggaraan penataan batas selanjutnya Bupati/Walikota menetapkan petunjuk pelaksanaan penataan batas. Bupati/Walikota bertanggung jawab atas penyelenggaraan penataan batas kawasan hutan di wilayahnya.

Pelaksanaan penataan batas kawasan hutan dilakukan oleh panitia Tata Batas Kawasan Hutan yang dibentuk oleh Bupati/Walikota. Panitia Tata Batas Kawasan Hutan antara lain bertugas:

a) Melakukan persiapan pelaksanaan penataan batas dan pekerjaan pelaksanaan di lapangan

b) Menyelesaikan masalah-masalah :

· Hak-hak atas lahan/tanah di sepanjang trayek batas

· Hak-hak atas lahan/tanah di dalam kawasan hutan

c) Memantau pekerjaan dan memeriksa hasil-hasil pelaksanaan pekerjaan tata batas di lapangan

d) Membuat dan menandatangani Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan

Hasil penataan batas kawasan hutan dituangkan dalam Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan yang ditanda-tangani oleh Panitia Tata Batas Kawasan Hutan dan diketahui oleh Bupati/ Walikota.

3) Pemetaan kawasan hutan

Pemetaan dalam rangka kegiatan pengukuhan kawasan hutan dilakukan melaui proses pembuatan peta sebagai berikut :

a) penunjukan kawasan hutan

b) rencana trayek batas

c) pemancangan patok batas sementara

d) penataan batas kawasan hutan

e) penetapan kawasan hutan

4) Penetapan kawasan hutan

Penetapan kawasan hutan adalah suatu penegasan tentang kepastian hukum mengenai status, batas dan luas suatu kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap yang didasarkan atas Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan yang telah temu gelang. Dalam hal masih terda-pat hak-hak pihak ketiga yang belum diselesaikan, maka kawasan hutan ter-sebut ditetapkan oleh Menteri dengan membuat penjelasan hak-hak yang ada di dalamnya untuk diselesaikan oleh Panitia Tata Batas yang bersangkutan.

4. Penatagunaan Hutan

Penatagunaan kawasan hutan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka menetap-kan fungsi dan penggunaan kawasan hutan. Penatagunaan kawasan hutan dibuat berdasarkan hasil pengukuhan kawasan hutan.

Penatagunaan kawasan hutan meliputi kegiatan penetapan fungsi kawasan hutan dan penggunaan kawasan hutan

1) Penetapan fungsi kawasan hutan

Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan terdiri dari :

a) Hutan konservasi, yang terdiri dari:

· Hutan suaka Alam terdiri dari Cagar Alam dan Suaka Margasatwa

· Hutan pelestarian alam terdiri dari Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam

· Taman Buru

b) Hutan Lindung

c) Hutan Produksi yang terdiri dari :

· Hutan Produksi Terbatas

· Hutan Produksi Biasa

· Hutan Produksi yang dapat dikonversi

Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu.

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalian erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.

Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan

Kriteria Taman Buru

a) Areal yang ditunjuk mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan; dan/atau

b) Kawasan yang terdapat satwa buru yang dikembangbiakan sehingga memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi rekreasi, obyek dan kelastarian satwa

Kriteria Hutan Lindung, dengan memenuhi salah satu :

a) Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skore) 175 atau lebih

b) Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih

c) Kawasan hutan yang berada pada ketinggian 2000 meter atau lebih di atas permukaan laut

d) Kawasan hutan yang mempunyai tanah sangat peka terhadap erosi dengan lereng lapangan lebih dari 15%

e) Kawasan hutan yang merupakan daerah resapan air

f) Kawasan hutan yang merupakan daerah perlindungan pantai

Kriteria Hutan Produksi

a) Hutan Produksi Terbatas

Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan, setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai antara 125-174, di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru.

b) Hutan Produksi Tetap

Kawasan hutan dengan faktor-faktor keles lereng, jenis tanah dan intensitas hujan, setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai di bawah 125 di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru

c) Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi

· Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai 124 atau kurang, di luar hutan suaka alam dan hutan pelestarian alam.

· Kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi, pemukiman, pertanian, perkebunan

2) Penggunaan Kawasan Hutan

Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung dan diatur dengan keputusan Presiden.

5. Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan

Pembentukan wilayah pengelolaan hutan adalah kegiatan yang bertujuan membentuk unit-unit pengelolaan hutan dengan mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi DAS, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi pemerintahan.

Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan untuk tingkat propinsi, kabupaten/kota dan tingkat unit pengelolaan.

Wilayah pengelolaan hutan tingkat propinsi terbentuk dari himpunan wilayah-wilayah pengelolaan hutan tingkat kabupaten/kota dalam propinsi sedangkan wilayah pengelolaan hutan tingkat kabupaten/kota terbentuk dari himpunan unit-unit pengelolaan hutan di wilayah kabupaten/kota dan hutan hak di wilayah kabupaten/kota.

Pembentukan wilayah pengelolaan hutan bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan hutan efisien dan lestari.

Unit pengelolaan hutan dibentuk berdasarkan kriteria dan standar yang ditetapkan oleh Menteri, terdiri dari :

a. Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi pada hutan konservasi

b. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung pada hutan lindung

c. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi pada hutan produksi

Prosedur pembentukan kesatuan pengelolaan hutan :

a. Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi

Instansi kehutanan pusat di daerah yang bertanggung jawab di bidang konservasi mengusulkan rancang bangun unit pengelolaan hutan konservasi berdasarkan kriteria dan standar yang ditetapkan oleh Menteri. Selanjutnya Menteri menetapkan arahan pencadangan unit pengelolaan hutan konservasi Menteri menetapkan kesatuan pengelolaan hutan konservasi berdasarkan arahan pencadangan unit pengelolaan hutan konservasi.

b. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Hutan Produksi

Gubernur dengan pertimbangan Bupati/Walikota menyusun rancang bangun Unit Pengelolaan Hutan Lindung dan Unit Pengelolaan Hutan Produksi berdasarkan kriteria dan standar yang ditetapkan oleh Menteri, selanjutnya diusulkan kepada Menteri. Berdasarkan usulan tersebut, Menteri menetapkan arahan pencadangan Unit Pengelolaan Hutan Lindung dan Unit Pengelolaan Hutan Produksi yang dijadikan dasar oleh Gubernur untuk membentuk Unit Pengelolaan Hutan Lindung dan Unit Pengelolaan Hutan Produksi.

Berdasarkan usulan Gubernur tersebut kemudian Menteri menetapkan sebagai Unit Pengelolaan Hutan.

Dalam hal terdapat hutan lindung dan atau hutan produksi yang tidak layak untuk dikelola menjadi satu unit pengelolaan hutan berdasarkan kriteria dan standar yang ada, maka pengelolaannya disatukan dengan unit pengelolaan hutan yang terdekat tanpa mengubah fungsi pokoknya.

5. Penyusunan Rencana Kehutanan

Penyusunan rencana kehutanan merupakan kegiatan menyusun dokumen perencanaan pembangunan kehutanan menurut jangka waktu perencanaan, skala geografis dan menurut fungsi pokok kawasan hutan.

Berdasarkan skala geografis, rencana kehutanan meliputi tingkat nasional, tingkat propinsi dan tingkat kabupaten.

Penyusunan rencana kehutanan disusun sebagai berikut:

1) Tingkat nasional disusun dengan mengacu pada hasil inventarisasi hutan tingkat nasional dan dengan memperhatikan aspek lingkungan strategis

2) Tingkat propinsi disusun berdasarkan hasil inventarisasi hutan tingkat propinsi dan memperhatikan rencana kehutanan tingkat nasional

3) Tingakat kabupaten/kota disusun berdasarkan hasil inventarisasi hutan tingkat kabupaten/kota dan memperhatikan rencana kehutanan tingkat propinsi.

Berdasarkan fungsi pokok kawasan hutan, rencana kehutanan disusun untuk hutan konservasi, produksi dan hutan lindung. Sedangkan berdasarkan jangka waktu pelaksanaannya, rencana kehutanan meliputi jangka panjang, menengah dan pendek.

Penyusunan rencana kehutanan pada setiap tingkatan meliputi seluruh fungsi pokok kawasan hutan dan jangka waktu perencanaan. Sedangkan rencana yang lebih tinggi baik dalam cakupan wilayah maupun jangka waktunya menjadi acuan bagi rencana yang lebih rendah.

Rencana kehutanan meliputi seluruh aspek pengurusan kehutanan yang mencakup kegiatan penyelenggaraan:

1) Perencanaan kehutanan

2) Pengelolaan hutan

3) Penelitian dan pengembangan pendidikan dan latihan, penyuluhan kehutanan

4) Pengawasan.

Tata cara penyusunan rencana kehutanan adalah sebagi berikut:

1) Rencana kehutanan tingkat nasional disusun oleh instansi perencana kehutanan nasional, yang dinilai melalui konsultasi para pihak, dan disahkan oleh menteri

2) Rencana kehutanan tingkat propinsi disusun oleh instansi kehutanan propinsi, yang dinilai melalui konsultasi para pihak dan disahkan oleh gubernur

3) Rencana kehutanan tingkat kabupaten/kota disusun oleh instansi kehutanan kabupaten/kota, yang dinilai melalui konsultasi para pihak dan disahkan oleh Bupati/Walikota.

Evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan bertujuan untuk mengukur efektifitas dan efesiensi pelaksanaan kegiatan dari rencana yang telah ditetapkan, yang dilakukan sebagi berikut:

1) Pada tingkat nasional dilaksanakan oleh menteri

2) Pada tingkat propinsi dilaksanakan oleh gubernur

3) Pada tingkat kabupaten/kota dilaksanakan oleh Bupati/Walikota

4) Pada kesatuan pengelolaan Hutan Konservasi dilaksanakan oleh menteri

5) Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di dalam kabupaten/kota dilaksanakan oleh Bupati/Walikota

6) Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi yang lintas kabupaten/kota dilaksanakan oleh Gubernur.

7) Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi yang lintas propinsi dilaksanakan oleh Menteri.

1 comment:

nudi said...

neng... catetannya bagus, tapi... kok ndak rapi susunannya