Monday, July 7, 2008

karya tulisku

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah merupakan salah satu modal utama pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan. Sumber daya alam tersebut berupa sumber daya alam terbaharui dan sumber daya alam tidak terbaharui. Kedua sumber daya alam tersebut tersedia dalam jumlah banyak yang siap dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia. Pemanfaatan sumber daya alam tersebut haruslah dilakukan secara proporsional dan sesuai kebutuhan. Akan tetapi pada kenyataannya di negara kita justru lebih banyak memanfaatkan sumber daya alam tidak terbaharui untuk memenuhi hajat hidup orang banyak yang mana persediaannya lama-kelamaan akan habis karena kebutuhan yang meningkat pula. Sumber daya alam tidak terbaharui adalah sumber daya alam yang berasal dari energi fosil seperti minyak bumi, gas alam, dan lain-lain. Jenis sumber daya alam ini tentu memiliki ketersediaan yang terbatas jika dibandingkan dengan sumber daya alam terbaharui. Sumber daya alam terbaharui atau biasa disebut sumber daya terbarukan adalah sumber daya alam yang dapat ditumbuhkan atau ditingkatkan persediaannya karena sifatnya yang renewable atau terus-menerus tersedia di alam.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang I yang lalu telah menunjukkan bahwa misi pembangunan berkelanjutan dalam bidang pengembangan industri melibatkan pemanfaatan energi berbahan baku fosil sebagai modal utama. Hampir seluruh industri bergantung pada pasokan energi fosil domestik. Maka dari itu demi mencukupi kebutuhan industri dalam negeri, pemerintah menaikkan produksi minyak bumi pada tahun 1971 dari 508,4 juta barrel menjadi 553,0 juta barrel pada tahun 1994 (Departemen Pertambangan dan Energi). Sedangkan cadangan bahan bakar di Indonesia relatif sangat sedikit bila dibandingkan cadangan bahan bakar dunia. Tercatat Indonesia hanya memiliki cadangan minyak bumi sebesar 1,1% dibandingkan Timur Tengah yang memiliki cadangan minyak bumi sebesar 75% (Endro, 1997). Kondisi cadangan bahan bakar Indonesia yang relatif sangat sedikit ditambah lagi harus terus dilakukan upaya peningkatan produksi melalui penambangan demi mencukupi kebutuhan industri dalam negeri, sehingga cadangan bahan bakar yang sedikit itu lama-kelamaan akan habis.

Selain itu penggunaan bahan bakar fosil yang berlebih juga dapat memberi dampak buruk bagi kelestarian lingkungan. Dimana saat ini kondisi lingkungan terutama di kota-kota besar menunnjukkan penurunan secara kualitatif. Hal ini terlihat melalui beberapa fakta yang ada di antaranya temperatur bumi yang terus meningkat rata-rata 0,6o C per tahun, meningkatnya muka air laut yang mencapai 0,8-3 mm per tahun, berkurangnya ruang terbuka hijau digantikan dengan bangunan dan perumahan, tingkat polusi udara yang telah melewati ambang batas, dan sebagainya.

Jika dikalkulasikan cadangan minyak bumi yang tersisa saat ini diperkirakan berkisar 9 milyar barel, dengan tingkat produksi rata-rata 0,5 milyar barel pertahun, maka cadangan tersebut akan habis dalam waktu 18 tahun mendatang. Kemudian cadangan batu bara Indonesia hanya tinggal 57 milyar ton dan merupakan cadangan yang sudah diekplorasi sekitar 19,3 miliar ton, dengan kapasitas produksi sebesar 131,72 juta ton per tahun. Maka jika tidak ada eklporasi, cadangan tersebut akan dapat dimanfaatkan dalam waktu 147 tahun mendatang. Jika kita menilik pasokan energi berbahan bakar fosil yang diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat banyak maka pasokan tersebut tidak akan cukup untuk menutupi kebutuhan generasi-generasi di masa yang akan datang.

Mengamati peristiwa demi peristiwa yang terjadi akibat adanya pemanfaatan energi fosil terus-menerus namun tidak didukung dengan pasokan yang memadai dan akibatnya akan memberi dampak negatif terhadap kelangsungan lingkungan. Oleh karena itu sudah saatnya untuk memikirkan pemanfaatan sumber energi terbarukan sebagai sebuah upaya mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil demi menyelamatkan lingkungan dari pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari pemakaian bahan bakar fosil serta untuk meningkatkan kesejahteraan manusia pada umumnya dan menjaga agar lingkungan dapat memberikan daya dukungnya bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia.

Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang menjadi fokus tulisan ini antara lain adalah ketergantungan industri terhadap pemakaian bahan bakar fosil sebagai bahan baku utama. Sehingga menimbulkan upaya peningkatan produksi bahan bakar fosil yang lebih intensif dimana cadangan energi fosil di Indonesia relatif sangat sedikit jika dibandingkan cadangan energi fosil dunia.

Upaya peningkatan produksi bahan bakar fosil akan berpengaruh pada semakin menipisnya cadangan bahan bakar fosil domestik, dengan demikian berdampak pada semakin mahalnya perolehan bahan bakar fosil yang semakin tidak terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah.

Di samping itu, semakin banyaknya industri yang mengandalkan bahan baku berupa energi fosil maka tingkat polusi dan pencemaran lingkungan akan semakin meningkat karena salah satu macam pencemar yang ditimbulkan dari pemanfaatan energi fosil tidak lain adalah CO2 yang berpeluang mencemari udara.

Adanya potensi energi terbarukan yang tidak mencemari lingkungan merupakan salah satu solusi dalam menyelesaikan masalah-masalah seputar krisis energi fosil. Akan tetapi penerapannya yang belum optimal menjadikan hal ini salah satu fokus rumusan masalah yang patut diperhatikan.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk mempelajari potensi energi terbarukan sebagai salah satu solusi akan ketergantungan terhadap energi bahan bakar fosil guna mengatasi masalah-masalah lingkungan yang diakibatkan oleh pemakaian energi berbahan baku fosil.

Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini ditujukan kepada pemerintah, masyarakat, dan individu yang memiliki peran besar dalam pelaksanaan pengembangan energi terbarukan dan pelestarian lingkungan di Indonesia.

1) Bagi pemerintah, tuilsan ini dapat menjadi masukan dalam mengambil kebijakan terkait dengan pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

2) Bagi masyarakat, tulisan ini dapat menjadi informasi yang edukatif tentang prospek energi terbarukan sebagai salah satu solusi mengatasi masalah ketersediaan energi berbahan baku fosil

3) Bagi individu, tulisan ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat untuk menemukan ide-ide kreatif yang aplikatif berkaitan dengan pemanfaatan potensi sumberdaya alam terbarukan bagi kemajuan bangsa dan negara.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Bakar Fosil

Bahan bakar fosil atau bahan bakar mineral merupakan bahan bakar dengan kandungan berupa hidrokarbon yang ditemukan pada lapisan kulit bumi paling dalam (Irene, 2007).

Bahan bakar fosil ini terdiri dari bahan material yang mudah menguap dengan kandungan karbon rendah seperti metana. Sampai bahan material yang tidak mudah menguap yang murni berisikan kandungan karbon seperti batu bara. Metana ditemukan pada ladang hidrokarbon dapat berupa metana yang berdiri sendiri, berasosiasi dengan minyak, ataupun dalam wujud metana clathrate. Alasan disebut sebagai bahan bakar fosil adalah karena bahan bakar ini didapat dari sisa-sisa pembusukan tanaman dan hewan yang telah terkubur di dalam tanah sangat dalam dan jangka waktu yang sangat lama. Proses tersebut dibantu oleh tekanan bumi dan panas sinar matahari selama berjuta-juta tahun (EPA, 2007). Teori biogenik yang menyatakan asal-muasal bahan bakar fosil pertama kali dikenalkan oleh Mikhail Lomonosov pada tahun 1757. Namun ada pendapat yang melawan pendapat Mikhail tersebut dengan tidak ditemukannya adanya bahan hidup pada bahan bakar volatil khususnya gas alam.

Bidang Administrasi Informasi Energi memperkirakan bahwa di tahun 2005 pemakaian bahan bakar fosil dunia dapat mencapai 86% dari seluruh produksi energi primer. Sisanya merupakan hasil diversivikasi energi yang meliputi hidroelektrik 6,3%, nuklir 6,0%, dan energi terbarukan (panas bumi, matahari, angin, kayu dan sampah) sebesar 0,9% (International Energy Annual, 2005).

2.2 Energi Terbaharui

Energi terbaharui merupakan energi yang mendapatkan aliran energinya berasal dari "proses alam yang berkelanjutan", seperti sinar matahari, angin, air yang mengalir proses biologi, dan geothermal.

Konsep energi terbaharui diperkenalkan pada 1970-an sebagai bagian dari usaha mencoba bergerak melewati pengembangan bahan bakar nuklir dan fosil. Definisi paling umum adalah sumber energi yang dapat dengan cepat diisi kembali oleh alam, proses berkelanjutan (Boyle, 1996).

Seluruh energi terbaharui secara definisi juga merupakan energi sustainable, yang berarti mereka tersedia dalam waktu jauh ke depan yang membuat perencanaan bila mereka habis tidak diperlukan. Meskipun tenaga nuklir bukan energi diperbaharui, namun pendukung nuklir dapat sustainable dengan penggunaan reaktor breeder menggunakan uranium-238 atau thorium atau keduanya. Di sisi lain banyak penentang nuklir menggunakan istilah energi sustainable sebagai sinonim untuk energi terbaharui, dan oleh karena itu tidak memasukkan nuklir ke dalam energi sustainable.

2.3 Penyebab Kerusakan Lingkungan

Salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan adalah polusi yang mengkontaminasi komponen lingkungan baik itu tanah, air maupun udara.

Ada beberapa kasus lingkungan yang disebabkan oleh polusi. Polusi, meskipun sulit mengartikan, namun dapat dikatakan bahwa polusi merupakan hasil dari degradasi lingkungan akibat penukaran energi pada ekosistem yang dapat menyebabkan penyederhanaan jaringan makanan atau bahkan putusnya rantai makanan. Polusi dapat digolongkan menjadi beberapa kategori :

1) Biodegradable sampah organik atau bahan gizi; dan

2) Non-degradable atau energi berbahaya atau material beracun (George, 1974). Keduanya memproduksi tekanan lingkungan dan permak energi aliran tersedia untuk produksi ekosistem. Masukan material beracun yang mereduksi organisme sehat akan mereduksi ekosistem produksi energi secara langsung sampai organisme mati atau seluruh ekosistem menjadi abiotik (tak hidup). Masukan energi dapat dipakai, atau material seperti biodegradable daerah bertembok organik, atau bahan gizi (pupuk) mungkin merangsang produksi ekosistem tingkat moderat, tetapi masukan lebih tinggi dapat mengakibatkan osilasi berbahaya dan akhirnya menimbulkan kondisi yang mematikan.

Di sisi lain, George Moriber dalam Environmental Science (1974) mengatakan polusi lingkungan itu merupakan perubahan yang kurang baik yang terdapat di lingkungan sekitar, sama sekali atau sebagian besar sebagai hasil sampingan man' aksi-aksi, baik langsung atau tidak langsung yang mempengaruhi perubahan pola energi, tingkat radiasi, kimia dan undang-undang fisik dan kelimpahan organisme. Ini memungkinkan adanya pengaruh perubahan manusia secara langsung, atau melalui penyediaan air dari pertanian atau produk biologis lain.

3. METODE KERJA

3.1 Penentuan Gagasan

Karya tulis ini mengangkat gagasan tentang prospek energi terbarukan sebagai solusi permasalahan krisis energi bahan baku fosil dunia.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder yang berasal dari literatur-literatur yang ada seperti buku, artikel, internet, dan tulisan lain yang terkait dengan topik pembahasan. Sumber referensi utama berasal dari situs en.wikipedia.org, www.chem-is-try.com, dan www.energiterbarukan.net.

3.3 Analisis Data

Pengolahan data dan informasi yang diperoleh dilakukan melalui pendekatan deskriptif. Proses penyelesaian masalah dengan cara mengidentifikasi masalah dan menganalisis sumber penyebab masalah berdasarkan perolehan data dan informasi.

3.4 Penarikan Kesimpulan dan Saran

Tahap akhir penulisan ini adalah penarikan kesimpulan dari pembahasan, sehingga dapat menghasilkan saran-saran yang diperlukan bagi pemecahan permasalahan yang ada.

4. PEMBAHASAN

Pada era pembangunan Indonesia atau yang dikenal dengan Pembangunan Jangka Panjang (PJP I) pemerintah telah mencanangkan program untuk meningkatkan usaha pembangunan khususnya bidang infrastruktur dan sektor riil guna mencapai tujuan pembangunan negara. Karena itu banyak bermunculan industri-industri yang bergerak di bidang alat berat yang mengandalkan bahan bakar fosil sebagai bahan baku utama.

Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil menyebabkan peningkatan upaya produksi bahan bakar fosil yang signifikan sehingga mampu menguras pasokan bahan bakar fosil yang tersedia. Perkembangan peningkatan produksi dan cadangan bahan bakar fosil di Indonesia dapat dilihat pada data berikut ini.

4.1 Produksi dan Cadangan Bahan Bakar Fosil

Telah dikatakan bahwa pemakaian bahan bakar fosil merupakan salah satu jawaban untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat untuk dapat menggerakkan kegiatan industri yang telah diletakkan dasar-dasarnya pada PJP I yang lalu. Data yang diperoleh dari Departemen Pertambangan dan Energi tentang produksi bahan bakar yang menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun seperti tampak pada Tabel 1.

Produksi bahan bakar Indonesia
antara tahun 1973 s/d 1991.

No

Produksi

1973/1974

1983/1984

1990/1991

1
2
3
4

Minyak bumi (juta barel0
Gas bumi (ribu mef)
Batubara (ribu ton)
LNG (juta MMBTU)

508,4

186,1

145,8

226,2

517,6

1.228,2

614,7

569,3

553,0

2.206,9

11.211,6

1.142,0

Tabel 1. Produksi bahan bakar Indonesia (Dept. Pertambangan dan Energi, 2005).

Bila dilihat dari Tabel 1 tampak bahwa produksi minyak bumi selama hampir 20 tahun sejak tahun 1973 tidak banyak mengalami kenaikan dibandingkan dengan produksi bahan bakar lainnya. Keadaan ini disebabkan karena belum ditemukan sumber cadangan minyak baru dan ini sekaligus menunjukkan bahwa pada suatu saat cadangan minyak akan habis. Tambang minyak di darat saat ini relatif sudah habis dan penambangan minyak kini sudah mengarah ke lepas pantai. Sedangkan cadangan bahan bakar Indonesia relatif sangat sedikit bila dibandingkan cadangan bahan bakar dunia. Tabel 2 akan menunjukkan jumlah cadangan tersebut (Ridwan, 1996).

Cadangan bahan bakar
Indonesia dan Dunia

1.

Minyak bumi

Timur Tengah
70 %

Indonesia
1,1 %

2.

Gas bumi

Rusia
25 %

Indonesia
1,5 %

3.

Batubara

Amerika Utara
25 %

Indonesia
3,1 %

Tabel 2. Cadangan bahan bakar domestik dan internasional (Ridwan, 1996).

Mengingat jumlah cadangan bahan bakar Indonesia sangat terbatas dan bila terus dilakukan penambangan untuk mencukupi kebutuhan energi yang terus meningkat, maka pada suatu saat pasti akan habis. Oleh karena itu sudah saatnya untuk mulai memikirkan masalah diversifikasi energi agar cadangan bahan bakar tidak cepat habis. Pemikiran masalah diversifikasi energi ini juga dimaksudkan sebagai upaya penyelamatan lingkungan dari dampak pencemaran lingkungan akibat pemakaian bahan bakar fosil.

4.2 Pencemaran Akibat Pemakaian Bahan Bakar Fosil

Sebagian besar produksi bahan bakar seperti tersebut pada Tabel 1 digunakan untuk mendukung kegiatan industri dan transportasi. namun akibat dari penggunaan bahan bakar tersebut untuk kegiatan industri dan transportasi adalah meningkatnya pencemaran udara dan hal ini sudah barang tentu akan berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia (Jonathan, 1978).

Udara di daerah perkotaan yang mempunyai banyak kegiatan industri dan berlalulintas padat pada umumnya sudah tidak bersih lagi. Udara tersebut telah tercemari oleh berbagai macam pencemar dan yang paling banyak berpengaruh dalam pencemaran udara adalah komponen-komponen berikut ini (Sulasno, 1992) :

1. Karbon monoksida (CO)
2. Nitrogen Oksida (NOx)
3. Belerang Oksida (SOx)
4. Hidro Karbon (HC)
5. Partikel (Particulate)

Komponen pencemar udara tersebut di atas dapat mencemari udara secara sendiri-sendiri atau dapat pula mencemari udara secara bersama-sama. Komposisi komponen pencemar udara tergantung pada sumbernya. Untuk mendapatkan gambaran komposisi komponen pencemar udara berikut asal sumbernya, dapat dilihat pada Tabel 3 yang diambil dari daerah industri di Amerika, sedangkan data untuk Indonesia masih harus di teliti (Wisnu, 1995).

Jumlah komponen
pencemar dan sumber pencemaran.


Sumber Pencemaran

Jumlah komponen pencemar, juta ton / tahun

CO

NOx

SOx

HC

Partikel

Total

Transportasi
Industri
Pembuangan Sampah
Pembakaran Stasioner
Lain-lain

63,8

9,7

7,8

1,9

16,9

8,1

0,2

0,6

10,0

1,7

0,8

7,3

0,1

24,4

0,6

16,6

4,6

1,6

0,7

8,5

1,2

7,5

1,1

8,9

9,6

90,5

29,3

11,2

45,9

37,3

Tabel 3. Jumlah komponen pencemar dan sumber pencemaran (Wisnu, 1995).

Dari Tabel 3 tersebut tampak bahwa sumber pencemaran terbesar berasal dari transportasi, kemudian disusul oleh pembakaran stationer yaitu pembakaran bahan bakar fosil pada mesin-mesin pembangkit tenaga listrik (diesel). Seperti telah dikatakan di muka bahwa data komponen pencemar dan sumber pencemaran untuk Indonesia sampai saat ini masih dalam penelitian, namun khusus untuk bidang transportasi dapat diperkirakan prosentasi komponen pencemar seperti tersebut dalam Tabel 4.

Komponen Pencemar

Prosentase

CO
NOx
SOx
HC
Partikel

70,50 %

8,89 %

0,88 %

18,34 %

1,33 %

Total

100,00%

Tabel 4. Perkiraan prosentasi komponen pencemar udara dari sumber pencemar

transportasi di Indonesia (Wisnu, 1995).

Sebagai tambahan dapat dikemukakan bahwa pemakaian bahan bakar fosil (misalnya batubara) untuk pembangkit tenaga listrik (PLTU berdaya 1000 MW) akan menghasilkan bahan pencemar sebagai berikut (Wisnu,1997) :

· CO2 sebanyak 6,5 juta ton

· SOx sebanyak 44.000 ton

· Nox sebanyak 22.000 ton

· Abu logam berat (Hg, Cd, Pb, As dan Va) sebanyak 320.000 ton.

Pencemaran udara seringkali tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia. Walaupun tidak dapat ditangkap oleh panca indera, namun potensi bahayanya tetap ada. Jika panca indera manusia sudah dapat menangkap atau merasakan adanya pencemaran udara, maka pencemaran udara tersebut pastilah sudah sangat parah atau sangat "mengerikan". Misalnya indera mata dapat melihat bentuk pencemaran, misalnya asap tebal hasil pembakaran (baik dari industri, mesin, maupun bentuk pembakaran lainnya), berarti komponen partikel-partikel di dalam asap tebal tersebut sudah sangat banyak. Seandainya indera penciuman dapat mencium bau pencemaran udara atau bahkan merasakan sesak pada dada akibat mencium gas tersebut, maka tingkat pencemaran sudah sangat berbahaya dan mungkin saja sudah menjadi racun yang dapat mematikan bila terjadi kontak dalam waktu cukup lama. Kalau indera perasa (tangan) dapat merasakan pencemaran udara, misalnya adanya butir-butir minyak atau partikel yang lain, berarti komponen pencemar udara banyak mengandung HC dan partikel.

Seringkali bentuk pencemaran udara yang tidak tertangkap oleh panca indera, justru lebih berbahaya dan bersifat racun. Sebagai contoh pencemaran gas CO adalah pencemaran yang tidak tampak oleh mata karena tidak berwarna dan juga tidak berbau, akan tetapi sifat racunnya sangat tinggi karena dapat mengganggu kesehatan sampai kepada kematian karena mencium gas CO tersebut. Begitu juga bentuk pencemar gas NO, tidak berwarna dan tidak berbau tapi sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, bagi hewan bahkan juga tanaman.

4.3 Energi Terbarukan sebagai Solusi Krisis Bahan Bakar Fosil

Berdasar penjelasan dasar teori di atas, maka penggunaan bahan bakar fosil hendaknya mulai dibatasi karena cadangannya yang sangat terbatas. Di samping itu, akibat pemakaian bahan bakar fosil juga sangat mencemari lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan manusia. Oleh karena itu usaha diversifikasi energi sudah harus segera dilaksanakan, agar cadangan sumber daya energi (bahan bakar) dapat diperpanjang dan sekaligus sebagai upaya mencegah adanya dampak pencemaran lingkungan atau sebagai upaya penyelamatan lingkungan.

Usaha diversifikasi energi ditempuh salah satunya dengan menginventarisasi jenis energi yang dapat diperoleh selain dari pemanfaatan bahan bakar fosil yaitu jenis energi yang berasal dari energi terbarukan.

4.4 Contoh-contoh Energi Terbarukan

4.4.1 Energi Terbarukan

Banyak sumber daya terbarukan di Indonesia yang belum teramnfaatkan secara optimal untuk diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Misalnya solar cell, tenaga angin, dan mikrohidro. Energi ini dapat menggantikan batu bara dalam penyediaan tenaga penggerak bagi penghasil listrik. Selain itu karena pertimbangan kelimpahan yang tinggi di alam sehingga energi tersebut dapat menjadi alternatif solusi akan kebutuhan batu bara yang semakin meningkat dan persediannya yang semakin menipis. Keuntungan dari penggunaan energi ini diantaranya dapat mengurangi emisi karbon yang dihasilkan yang dapat menjadi polutan udara. Serta mengurangi produk limbah dan emisi, karena hasil limbah dari sumber daya ini hampir tidak ada (Sukur, 2008).

4.4.1.1 Solar Cell

Teknologi solar cell telah lama dikenal oleh manusia sebagai penangkap panas yang dibawa sinar matahari untuk diubah menjadi sumber energi listrik. Penggunaannya juga sudah cukup luas, dari menggerakkan mobil hingga menggerakan robot.

Solar sel atau energi tenaga surya merupakan sumber energi yang mengkonversikan energi matahari ke energi listrik dengan photovoltaic efek. Photovoltaic sebagai teknologi dan riset dihubungkan kepada aplikasi sel matahari sebagai energi matahari. Biasanya tenaga solar cell diistilahkan sebagai alat dengan maksud khusus untuk menangkap energi dari sinar matahari, sementara istilah photovoltaic sel digunakan bila sumber energi tidak terspesifikasi dengan jelas (onesblogman.com).

Gambar 1. Solar sel sebagai rekor baru dalam teknologi sel matahari (onesblogman.com).

Pemasangan sel digunakan membuat modul matahari, yang mungkin pada gilirannya terhubung di photovoltaic larik antenna (www.proyeksi.com).

Pada umumnya, solar cell merupakan sebuah hamparan semikonduktor yang dapat menyerap photon dari sinar matahari dan mengubahnya menjadi listrik. Sinar matahari yang mampu diserap oleh solar cell berkisar antara 30% hingga 50%. Setiap jenis semikonduktor yang berbeda hanya dapat menyerap photons pada tingkat energi tertentu saja yang dikenal dengan istilah bandgap.

Sekarang ini, solar cell yang baik adalah cell dengan dua semikonduktor berbeda yang disatukan untuk menyerap sinar matahari pada tingkat energi yang berbeda pula. Meski demikian daya serapnya tetap berkisar 30% hingga 50% dari energi sinar matahari (www.proyeksi .com).

Energi yang berasal dari radiasi matahari merupakan potensi energi terbesar dan terjamin keberadaannya di muka bumi. Berbeda dengan sumber energi lainnya, energi matahari bisa dijumpai di seluruh permukaan bumi. Pemanfaatan radiasi matahari sama sekali tidak menimbulkan polusi ke atmosfer. Perlu diketahui bahwa berbagai sumber energi seperti tenaga angin, bio-fuel, tenaga air, dsb, sesungguhnya juga berasal dari energi matahari. Pemanfaatan radiasi matahari umumnya terbagi dalam dua jenis, yakni termal dan photovoltaic. Pada sistem termal, radiasi matahari digunakan untuk memanaskan fluida atau zat tertentu yang selanjutnya fluida atau zat tersebut dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik. Sedangkan pada sistem photovoltaic, radiasi matahari yang mengenai permukaan semikonduktor akan menyebabkan loncatan elektron yang selanjutnya menimbulkan arus listrik. Karena tidak memerlukan instalasi yang rumit, sistem photovoltaic lebih banyak digunakan. Sebagai negara tropis, Indonesia diuntungkan dengan intensitas radiasi matahari yang hampir sama sepanjang tahun, yakni dengan intensitas harian rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 (www.dw-world.de). Meski terbilang memiliki potensi yang sangat besar, namun pemanfaatan energi matahari untuk menghasilkan listrik masih dihadang oleh dua kendala serius, yaitu rendahnya efisiensi (berkisar hanya 10%) dan mahalnya biaya per-satuan daya listrik. Untuk pembangkit listrik dari photovoltaic, diperlukan biaya US $ 0,25 – 0,5 / kWh, bandingkan dengan tenaga angin yang US $ 0,05 – 0,07 / kWh, gas US $ 0,025 – 0,05 / kWh, dan batu bara US $ 0,01 – 0,025 / kWh (Service, 2005). Pembangkit lisrik tenaga surya ini sudah diterapkan di berbagai negara maju serta terus mendapatkan perhatian serius dari kalangan ilmuwan untuk meminimalkan kendala yang ada.

Jika disesuaikan dengan kondisi iklim tropis di Indonesia yang memberi banyak potensi dalam pengadaan energi matahari sebagai asupan bagi media mekanis yang membutuhkan teknologi sebagai kesatuan sistem otomatis demi memenuhi kebutuhan orang banyak. Alternatif energi solar cell merupakan solusi tepat guna mengatasi masalah-masalah krisis energi dunia akhir-akhir ini.

4.4.1.2 Mikrohidro

Mikrohidro adalah pembangkit listrik tenaga air skala kecil (bisa mencapai beberapa ratus kW). Relatif kecilnya energi yang dihasilkan mikrohidro (dibandingkan dengan PLTA skala besar) berimplikasi pada relatif sederhananya peralatan serta kecilnya areal tanah yang diperlukan guna instalasi dan pengoperasian mikrohidro. Hal tersebut merupakan salah satu keunggulan mikrohidro, yakni tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Mikrohidro cocok diterapkan di pedesaan yang belum terjangkau listrik dari PT PLN. Mikrohidro mendapatkan energi dari aliran air yang memiliki perbedaan ketinggian tertentu. Energi tersebut dimanfaatkan untuk memutar turbin yang dihubungkan dengan generator listrik. Mikrohidro bisa memanfaatkan ketinggian air yang tidak terlalu besar, misalnya dengan ketinggian air 2,5 m bisa dihasilkan listrik 400 W (Anonim, 2005). Potensi pemanfaatan mikrohidro secara nasional diperkirakan mencapai 7.500 MW, sedangkan yang dimanfaatkan saat ini baru sekitar 600 MW (www.wwf.or.id). Meski potensi energinya tidak terlalu besar, namun mikrohidro patut dipertimbangkan untuk memperluas jangkauan listrik di seluruh pelosok nusantara.

Sebuah skema hidro memerlukan dua hal yaitu debit air dan ketinggian jatuh (biasa disebut ‘Head’) untuk menghasilkan tenaga yang bermanfaat. Ini adalah sebuah sistem konversi tenaga, menyerap tenaga dari bentuk ketinggian dan aliran, dan menyalurkan tenaga dalam bentuk daya listrik atau daya gagang mekanik. Tidak ada sistem konversi daya yang dapat mengirim sebanyak yang diserap dikurangi sebagian daya hilang oleh sistem itu sendiri dalam bentuk gesekan, panas, suara dan sebagainya.

Gambar 2. Head of Microhidro (www.energiterbarukan.net)

Persamaan konversinya adalah:
Daya yang masuk = Daya yang keluar + Kehilangan (Loss)
atau
Daya yang keluar = Daya yang masuk × Efisiensi konversi

Melihat kondisi bangsa kita dimana dalam pengadaaan energi listrik masih terdapat pedesaan-pedesaan yang secara geografis merupakan daerah yang termasuk dalam sentral pengembangan pembangunan, namun pada kenyataannya di pedesaan tersebut belum mendapatkan listrik untuk menerangi aktivitas mereka. Selain itu juga terdapat beberapa desa yang di wilayah tersebut terdapat proyek PLTA untuk mengaliri listrik ke kota-kota besar dengan keuntungan per harinya sebesar Rp. 5 Milyar, akan tetapi sungguh miris sekali karena di desa tersebut sama sekali belum mendapat listrik.

Menanggapi hal tersebut, alangkah bijaknya jika para ilmuwan tidak lagi membicarakan berapa banyak pasokan minyak bumi yang masih tersedia untuk memenuhi kebutuhan khalayak, karena tidak lama lagi pasokan energi tersebut akan habis. Dan sudah saatnya kita beralih ke energi terbarukan dimana produk yang dihasilkan lebih besifat ramah terhadap lingkungan selain itu juga pengadaan sumber energinya yang mudah didapat dan mudah dijangkau.

4.4.1.3 Tenaga Angin (Wind Power)

Selain solar cell dan tenaga air yang dapat menjadi alternatif sumber energi bagi pengembangan teknologi demi memehuhi kebutuhan orang banyak, tenaga angin juga mampu menjadi alternatif sumber energi yang dapat dipertimbangkan potensi dan kegunaannya.

Pembangkit listrik tenaga angin disinyalir sebagai jenis pembangkitan energi dengan laju pertumbuhan tercepat di dunia dewasa ini. Saat ini kapasitas total pembangkit listrik yang berasal dari tenaga angin di seluruh dunia berkisar 17.5 GW (WEC, 2001). Jerman merupakan negara dengan kapasitas pembangkit listrik tenaga angin terbesar, yakni 6 GW, kemudian disusul oleh Denmark dengan kapasitas 2 GW (WEC, 2001). Listrik tenaga angin menyumbang sekitar 12% kebutuhan energi nasional di Denmark; angka ini hendak ditingkatkan hingga 50% pada beberapa tahun yang akan datang. Berdasar kapasitas pembangkitan listriknya, turbin angin dibagi dua, yakni skala besar (orde beberapa ratus kW) dan skala kecil (dibawah 100 kW). Perbedaan kapasitas tersebut mempengaruhi kebutuhan kecepatan minimal awal (cut-in win speed) yang diperlukan: turbin skala besar beroperasi pada cut-in win speed 5 m/s sedangkan turbin skala kecil bisa bekerja mulai 3 m/s. Untuk Indonesia dengan estimasi kecepatan angin rata-rata sekitar 3 m/s, turbin skala kecil lebih cocok digunakan, meski tidak menutup kemungkinan bahwa pada daerah yang berkecepatan angin lebih tinggi (Sumatra Selatan, Jambi, Riau, dsb) (Anonim, 2005) bisa dibangun turbin skala besar. Perlu diketahui bahwa kecepatan angin bersifat fluktuatif, sehingga pada daerah yang memiliki kecepatan angin rata-rata 3 m/s, akan terdapat saat-saat dimana kecepatan anginnya lebih besar dari 3 m/s - pada saat inilah turbin angin dengan cut-in win speed 3 m/s akan bekerja. Selain untuk pembangkitan listrik, turbin angin sangat cocok untuk mendukung kegiatan pertanian dan perikanan, seperti untuk keperluan irigasi, aerasi tambak ikan, dsb.

Dengan demikian tak pelak lagi kegunaan tenaga angin sebagai sumber energi terbarukan yang dapat memenuhi hajat hidup orang banyak. Dikarenakan ketersediaannya yang melimpah dan kemampuan menghasilkan energi dalam skala kecil maupun besar. Sehingga tenaga angin dapat masuk dalam daftar alternatif sumber energi terbarukan yang potensial sebagai transformer energi yang mana dampak terhadap kerusakan lingkungannya sangat kecil.

4.4.1.4 Biogas dari sampah (waste to energy)

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sambah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan listrik.

Biogas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon diatmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil.

Saat ini, banyak negara maju meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari limbah cair maupun limbah padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan biologi mekanis pada tempat pengolahan limbah.

Limbah padat dalam kunatitas yang cukup besar dapat menghasilkan gas landfill. Gas landfill adalah gas yang dihasilkan oleh limbah padat yang dibuang di lahan terbuka (id.wikipedia.org). Sampah ditimbun dan ditekan secara mekanik dan tekanan dari lapisan diatasnya. Karena kondisinya menjadi anaerobik, bahan organik tersebut terurai dan gas landfill dihasilkan. Gas ini semakin berkumpul untuk kemudian perlahan-lahan terlepas ke atmosfer. Hal ini menjadi berbahaya karena:

  • dapat menyebabkan ledakan,
  • pemanasan global melalui metana yang merupakan gas rumah kaca, dan
  • material organik yang terlepas (volatile organic compounds) dapat menyebabkan (photochemical smog)

Komposisi biogas bervariasi tergantung dengan asal proses anaerobik yang terjadi. Gas landfill memiliki konsentrasi metana sekitar 50%, sedangkan sistem pengolahan limbah maju dapat menghasilkan biogas dengan 55-75%CH4.

Komponen

%

Metana (CH4)

55-75

Karbon dioksida (CO2)

25-45

Nitrogen (N2)

0-0.3

Hidrogen (H2)

1-5

Hidrogen sulfida (H2S)

0-3

Oksigen (O2)

0.1-0.5

Tabel 5. Komposisi biogas

Dalam beberapa kasus, gas landfill mengandung siloksan. Selama proses pembakaran, silikon yang terkandung dalam siloksan tersebut akan dilepaskan dan dapat bereaksi dengan oksigen bebas atau elemen-elemen lain yang terkandung dalam gas tersebut. Akibatnya akan terbentuk deposit (endapan) yang umumnya mengandung silika (SiO2) atau silikat (SixOy) , tetapi deposit tersebut dapat juga mengandung kalsium, sulfur belerang, zinc (seng), atau fosfor. Deposit-deposit ini (umumnya berwarna putih) dapat menebal hingga beberapa millimeter di dalam mesin serta sangat sulit dihilangkan baik secara kimiawi maupun secara mekanik.

Pada internal combustion engines (mesin dengan pembakaran internal), deposit pada piston dan kepala silinder bersifat sangat abrasif, hingga jumlah yang sedikit saja sudah cukup untuk merusak mesin hingga perlu perawatan total pada operasi 5.000 jam atau kurang. Kerusakan yang terjadi serupa dengan yang diakibatkan karbon yang timbul selama mesin diesel bekerja ringan. Deposit pada turbin dari turbocharger akan menurukan efisiensi charger tersebut.

Stirling engine lebih tahan terhadap siloksan, walaupun deposit pada tabungnya dapat mengurangi efisiensi.

Nilai kalori dari 1 meter kubik Biogas sekitar 6.000 watt jam yang setara dengan setengah liter minyak diesel (id.wikipedia.org). Oleh karena itu Biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batu bara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil.

Jika biogas dibersihkan dari pengotor secara baik, ia akan memiliki karakteristik yang sama dengan gas alam. JIka hal ini dapat dicapai, produsen biogas dapat menjualnya langsung ke jaringan distribusi gas. Akan tetapi gas tersebut harus sangat bersih untuk mencapai kualitas pipeline. Air (H2O), hidrogen sulfida (H2S) dan partikulat harus dihilangkan jika terkandung dalam jumlah besar di gas tersebut. Karbon dioksida tidak hanya harus ikut dihilangkan, tetapi ia juga harus dipisahkan untuk mencapai gas kualitas pipeline. JIka biogas harus digunakan tanpa pembersihan yang ektensif, biasanya gas ini dicampur dengan gas alam untuk meningkatkan pembakaran. Biogas yang telah dibersihkan untuk mencapai kualitas pipeline dinamakan gas alam terbaharui.

Dalam bentuk ini, gas tersebut dapat digunakan sama seperti penggunaan gas alam. Pemanfaatannya seperti distribusi melalui jaringan gas, pembangkit listrik, pemanas ruangan dan pemanas air. Jika dikompresi, ia dapat menggantikan gas alam terkompresi (CNG) yang digunakan pada kendaraan (id.wikipedia.org).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa potensi biogas sebagai penghasil energi pengganti minyak tanah sangat besar. Kita tahu bahwa saat ini bangsa kita sedang dilanda krisis energi (khususnya minyak tanah) yang sangat membuat cemas rakyat kecil. Belum lagi dengan kebijakan pemerintah yang berupaya mengkonversi minyak tanah ke gas alam yang sampai saat ini pun masih terkendala dalam penyediaan tabung gas. Sehingga perlu pengkajian lebih dalam dan intensif dalam pemanfaatan biogas sebagai energi pengganti gas alam yang saat ini potensi yang tersedia sebesar 1,2% dari seluruh potensi sumber daya alam yang ada. Tentunya hal tersebut tidak dapat disebut angka yang signifikan jika dibandingkan dengan potensi minyak bumi sebesar 0,8%.

Dengan demikian diperlukan sumber energi terbaharui dengan jumlah dan keterjangkauan yang lebih tinggi dibanding energi tidak terbaharui. Dan sejauh ini biogas sebagai jawaban yang menggambarkan respon positif terhadap permasalahan ekonomi dan lingkungan yang sampai saat ini belum ada jalan keluarnya.

4.4.2 Energi-energi Lainnya

4.4.2.1 Fuel Cell (hydrogen technology)

Fuel cell atau sel bahan bakar adalah alat konversi energi elektrokomia. Alat ini memproduksi listrik dari beragam keluaran bahan bakar (di sisi anoda) dan oksidan (di sisi katoda), reaksi keduanya berlangsung pada sel elektrolit. Biasanya, komponen reaktan dan produk mengalir keluar sementara sisa elektrolit berada di sel. Fuel cell dapat beroperasi selama dilakukan pemeliharaan yang intensif.

Fuel cell berbeda dengan baterai dimana mereka memerlukan rektan yang harus dilakukan pengisian ulang, selain itu baterai juga menyimpan energi elektrik kimia dalam suatu sistem tertutup. Sementara itu, ketika elektroda baterai berubah menjadi charged atau discharged battery, elektroda fuel cell bersifat katalistis dan relatif stabil.

Banyak kombinasi bahan bakar dengan oksidan yang memungkinkan. Sel hidrogen menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar dan oksidan sebagai oksidan. Contoh bahan bakar lainnya termasuk di dalamnya hidrokarbon dan alkohol. Sedangkan oksidan lain di antaranya udara, klor, dan klorin dioksida (en.wikipedia.org).

Cara terbersih menggunakan hidrogen dan oksigen untuk memproduksi energi adalah dengan menggunakan sel bahan bakar. Teknologi sel bahan bakar pertama dikenalkan oleh Sir William Grove pada tahun 1839. Grove menggunakan elektroda platina berongga kecil dan asam sulfur sebagai elektrolit. Tidak lama setelah itu, William White Jacques mengganti asam sulfur dengan asam fosfat pada elektrolit, dan selanjutnya dialah orang pertama yang menyebutnya dengan ‘fuell cell’. Sejak tahun 1960, NASA telah menggunakan sel bahan bakar yang bersifat basa untuk menyediakan daya listrik bagi kendaraan luar angkasa (www.greenjobs.com).

Gambar 3. Komponen Fuel Cell (www.greenjobs.com)

Direct methanol fuel cell (DMFC) merupakan salah satu dari beberapa jenis sel bahan bakar yang menggunakan membran penukar proton (proton exchange membrane (PEM)) sebagai penghubung antara reaksi di katoda dan anoda. Sesuai namanya, membran ini menggunakan metanol sebagai sumber energi. Berbeda dengan sel bahan bakar hidrogen cair, asam posfat, maupun larutan alkaline, sel bahan bakar ini langsung memanfaatkan metanol untuk menghasilkan energi. Jadi metanol tidak perlu dirubah dahulu menjadi bentuk lain sebelum dapat menghasilkan energi. Inilah yang dimaksud dengan kata-kata “direct” (www.chem-is-try.org).

Komponen dasar dari sel bahan bakar ini adalah dua buah elektroda (katoda dan anoda) yang dipisahkan oleh sebuah membran. Uniknya, katoda langsung bertindak sebagai katalis (elektrokatalis) yang mempercepat terjadinya reaksi perubahan metanol di anoda. Katalis yang biasanya digunakan adalah Platina (Pt).

Kelebihan lain dalam proses sel bahan bakar metanol ini adalah efisiensi energinya yang cukup tinggi (melebihi 60%) serta panas yang dihasilkan akibat proses reaksi sangat kecil sekali (www.chem-is-try.org). Dua faktor ini sangat penting dalam pemakaian peralatan elektronik untuk jangka waktu yang lama. Panas yang kecil menjamin keamanan dan kenyamanan pengguna selama pemakaian.

4.4.2.2 Bio ethanol

Bioethanol adalah ethanol yang diproduksi dari tumbuhan. Brazil, dengan 320 pabrik bioethanol, adalah negara terkemuka dalam penggunaan serta ekspor bioethanol saat ini (Anonim, 2005). Di tahun 1990-an, bioethanol di Brazil telah menggantikan 50% kebutuhan bensin untuk keperluan transportasi (Macedo,1994); ini jelas sebuah angka yang sangat signifikan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Bioethanol tidak saja menjadi alternatif yang sangat menarik untuk substitusi bensin, namun dia mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18% di Brazil. Dalam hal prestasi mesin, bioethanol dan gasohol (kombinasi bioethanol dan bensin) tidak kalah dengan bensin; bahkan dalam beberapa hal, bioethanol dan gasohol lebih baik dari bensin. Pada dasarnya pembakaran bioethanol tidak menciptakan CO2 neto ke lingkungan karena zat yang sama akan diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sebagai bahan baku bioethanol. Bioethanol bisa didapat dari tanaman seperti tebu, jagung, singkong, ubi, dan sagu; ini merupakan jenis tanaman yang umum dikenal para petani di tanah air. Efisiensi produksi bioethanol bisa ditingkatkan dengan memanfaatkan bagian tumbuhan yang tidak digunakan sebagai bahan bakar yang bisa menghasilkan listrik.

4.2.2.3 Biokatalisator

Biokatalisator atau enzim merupakan katalisator organik yang dihasilkan oleh sel. Katalisator ini mempunyai sifat dan karakteristik sebagai berikut :

  1. Biokatalisator, mempercepat jalannya reaksi tanpa ikut bereaksi,
  2. Thermolabil; mudah rusak bila dipanasi lebih dari suhu 60oC, karena enzim tersusun dari protein yang mempunyai sifat thermolabil,
  3. Merupakan senyawa protein sehinggga protein tetap melekat pada enzim,
  4. dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sebagai biokaltalisator, reaksinya sangat cepat dan dapat digunakan berulang-ulang,
  5. bekerjanya ada yang di dalam sel (endoenzim) dan di luar sel (ektoenzim), contoh ektoenzim : amilase dan maltase,
  6. Umumnya enzim bekerja mengkatalisis suatu arah, meskipun ada juga yang mengkatalisis reaksi dua arah, contoh : lipase, mengkatalisis pembentukan dan penguraian lemak lipase.

Lemak + H2O Asam lemak + gliserol

  1. Bekerjanya spesifik ; enzim bersifat spesifik, karena bagian yang aktif (permukaan tempat melekatnya substrat) hanya setangkup dengan permukaan substrat tertentu.
  2. Umumnya enzim tidak dapat bekerja tanpa adanya suatu zat non protein tambahan yang disebut kofaktor (bebas.vlsm.org).

Berdasarkan sifat dan karakteristik enzim di atas, menunjukkan bahwa katalisator berupa enzim memiliki beberapa keunggulan dibanding katalisator kimia dalam hal teknologi produksi. Karena selain karakteristik yang telah disebutkan di atas, biokatalisator mampu menghemat energi lebih besar dibanding katalisator kimia dan menjamin keselamatan kerja yang lebih dominan sehingga dapat memperkecil pemakaian katalisator kimia yang berpotensi sebagai pencemar lingkungan.

4.2.2.4 Baterai Lithium

Litium merupakan unsur kimia dengan symbol Li dan berbobot atom 3. litium adalah logam alkali yang berwarna perak keputihan. Di bawah kondisi standar, logam ini paling ringan dan memiliki ketebalan elemen padat yang kecil. Seperti kebanyakan logam alkali lainnya, litium sangat reaktif, mudah berkarat dalam bentuk noda hitam (en.wikipedia.org).

Keuntungan dari penggunaan baterai litium ini di antaranya :

  • Lebih tahan lama
  • Pemakaian dan pengisian (charge) bisa simultan
  • Potensi pencemaran lebih rendah dibanding Cd, Ni, Pb. Ketiga unsur tersebut merupakan unsur berbahaya yang dapat menimbulkan anak mengalami autis.

4.5 Keuntungan Pemanfaatan Energi Terbarukan

Usaha pemanfaatan energi terbarukan ini dapat mengurangi peluang terjadinya pencemaran lingkungan karena potensinya yang sangat kecil dalam menghasilkan zat-zat pencemar lingkungan. Hal ini sangat menguntungkan bagi upaya penyelamatan lingkungan disebabkan beberapa alasan berikut ini.

Pemakaian energi terbarukan ternyata tidak mengeluarkan emisi CO2 sebagaimana halnya yang dikeluarkan oleh pembangkit tenaga listrik berbahan bakar fosil, sehingga diversifikasi energi tidak menimbulkan dampak negatif terhadap suhu udara akibat terjadinya efek rumah kaca. Bandingkan dengan PLTU (batubara) dengan daya 1.000 MW akan menghasilkan 6,5 juta ton CO2 setiap tahun.

Pemakaian energi terbarukan tidak mengeluarkan emisi SOx, NOx dan abu seperti yang dikeluarkan oleh pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar fosil yang menjadi penyebab hujan asam yang dapat merusakkan lahan pertanian dan kehutanan. Bandingkan juga dengan PLTU (batubara) yang berdaya 1.000 MW akan menghasilkan komponen pencemar lingkungan sebanyak : 44.000 ton SOx, 22.000 ton NOx, dan 32.000 ton abu logam berat yang bersifat racun terhadap tubuh manusia.

Dengan demikian penggunaan energi terbarukan terbukti jauh lebih kecil dalam hal pencemaran lingkungan dibanding dengan energi bahan bakar fosil. Dan sifatnya yang ramah terhadap lingkungan serta pasokan yang terus-menerus (renewable) tersedia di alam, menjadikan energi ini patut dipertimbangkan sebagai alternatif solusi krisis energi berbahan bakar fosil.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Energi terbarukan mempunyai prospek dalam pemenuhan kebutuhan manusia baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang. Dengan karakteristiknya yang tidak mencemari lingkungan dalam pemakaiannya serta pasokan yang melimpah di alam secara terus-menerus, energi terbarukan dapat menjadi alternatif solusi terhadap masalah ketergantungan akan energi berbahan bakar fosil yang pasokannnya saat ini sedang menagalami krisis dan berpeluang sebagai penghasil polutan bagi lingkungan.

5.2 Saran

Melihat potensi energi terbarukan yang begitu besar dalam penyediaan sumber energi pengganti energi bahan bakar fosil, maka penelitian dan penerapan lebih lanjut dibutuhkan untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki energi terbarukan tersebut. Terlebih lagi dengan kondisi jumlah energi terbarukan yang melimpah di hamparan tanah air Indonesia, energi terbarukan dapat menjadi salah satu sektor penunjang pembangunan bangsa yang potensial.

No comments: