PENDAHULUAN
Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat yang merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber)
Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet dikelola oleh rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat masih positif walaupun lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta sama-sama menurun 0,15%/th. Oleh karena itu, tumpuan pengembangan karet akan lebih banyak pada perkebunan rakyat. Namun luas areal kebun rakyat yang tua, rusak dan tidak produktif mencapai sekitar 400 ribu hektar yang memerlukan peremajaan. Persoalannya adalah bahwa belum ada sumber dana yang tersedia untuk peremajaan. Di tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet sudah cukup, namun selama lima tahun mendatang diperkirakan akan diperlukan investasi baru dalam industri pengolahan, baik untuk menghasilkan crumb rubber maupun produk-produk karet lainnya karena produksi bahan baku karet akan meningkat. Kayu karet sebenarnya mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan furniture tetapi belum optimal, sehingga diperlukan upaya pemanfaatan lebih lanjut.
Agribisnis karet alam di masa datang akan mempunyai prospek yang makin cerah karena adanya kesadaran akan kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam, kecenderungan penggunaan green tyres, meningkatnya industri polimer pengguna karet serta makin langka sumber-sumber minyak bumi dan makin mahalnya harga minyak bumi sebagai bahan pembuatan karet sintetis. Pada tahun 2002, jumlah konsumsi karet dunia lebih tinggi dari produksi. Indonesia akan mempunyai peluang untuk menjadi produsen terbesar dunia karena negara pesaing utama seperti Thailand dan Malaysia makin kekurangan lahan dan makin sulit mendapatkan tenaga kerja yang murah sehingga keunggulan komparatif dan kompetitif Indonesia akan makin baik. Kayu karet juga akan mempunyai prospek yang baik sebagai sumber kayu menggantikan sumber kayu asal hutan. Arah pengembangan karet ke depan lebih diwarnai oleh kandungan IPTEK dan kapital yang makin tinggi agar lebih kompetitif.
Dengan demikian diharapkan investasi di bidang pengembangan proyek perkebunan karet dapat meningkat. Sehingga memunculkan permasalahan “bagaimana suatu pengembangan proyek perkebunan karet dapat layak dilaksanakan? Faktor pendukung apa saja yang menjadi pendorong tumbuhnya usaha perkebunan karet dan aspek apa saja yang melandasinya?”
Selanjutnya tujuan dari studi ini adalah meninjau sejauh mana kelayakan proyek pengembangan perkebunan karet dapat dilaksanakan dilihat dari aspek manajemen operasional, pemasaran, teknis, ekonomis dan finansial.
Hasil studi ini diharapkan dapat bermanfaat (i) bagi Pemerintah sebagai Policy Maker dan pemberi insentif bagi terlaksananya proyek pengembangan perkebunan karet, apabila proyek tersebut memenuhi berbagai aspek kelayakan; (ii) sebagai rekomendasi bagi pemrakarsa proyek, apakah proyek tersebut perlu dilaksanakan atau tidak; (iii) sebagai bahan evaluasi bagi calon pemberi pinjaman, apakah proyek tersebut perlu didanai atau tidak; dan (iv) sebagai informasi bagi petani peserta pendukung proyek, apakah proyek tersebut cukup prospektif dalam meningkatkan usaha pertanian dan kesejahteraan keluarganya.
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi yang diterapkan pada studi ini dapat melalui analisis deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dalam studi ini meliputi evaluasi finansial, analisis rasio keuangan dan analisis sensitivitas.
Dalam melakukan evaluasi finansial dalam melaksanakan proyek ini dibatasi pada penggunaan kriteria investasi Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR), serta dengan melihat proyeksi neraca tahun demi tahun (Comparative Balance Sheets) dan daftar rugi laba (Income Statement). NPV dari arus benefit dan biaya merupakan selisih present value arus benefit dengan present value arus biaya, atau secara ringkas adalah :
NPV =∑_(t=1)^n▒(Bt-Ct)/(1+i)^t
Dimana Bt adalah benefit sosial bruto proyek pada tahun t; Ct adalah biaya sosial bruto sehubungan dengan proyek pada tahun t; n adalah umur ekonomis proyek; dan i adalah social opportunity cost of capital yang digunakan sebagai social discount rate. Kriteria NPV ≥ 0, berarti suatu proyek dapat dinyatakan bermanfaat untuk dilaksanakan bila net present value proyek tersebut sama atau lebih besar dari nol. Jika NPV sama dengan nol berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar social opportunity cost of capital. Selanjutnya, perhitungan IRR dilakukan dengan interpolasi atau ekstrapolasi, yaitu dengan menghitung discount rate baru berdasarkan kedua perhitungan i1 dan i2 atau secara ringkas :
NPV1
IRR = i1 + (i2 – i1)
NPV2
Jika IRR sama dengan social discount rate (i), maka NPV proyek itu sama dengan nol. Jika IRR lebih kecil dari I, berarti NPV lebih kecil dari nol. Oleh karena itu, nilai IRR yang sama atau lebih besar dari I menyatakan tanda “go project” , sedangkan nilai IRR yang lebih kecil dari nol menyatakan tanda “no go project”.
PEMBAHASAN
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 2.0 juta ton pada tahun 2005. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada semester pertama tahun 2006 mencapai US$ 2.0 milyar, dan diperkirakan nilai ekspor karet pada tahun 2006 akan mencapai US $ 4,2 milyar (Kompas, 2006).
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.
Karet merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia seharihari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia. Kebutuhan karet sintetik relatif lebih mudah dipenuhi karena sumber bahan baku relatif tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi karet alam dikonsumsi sebagai bahan baku industri tetapi diproduksi sebagai komoditi perkebunan.
Perkembangan Pasar Karet Alam
Konsumsi karet alam pada tahun 2005 sebesar 8.74 juta ton (meningkat 0.4%) dan karet sintetik sebesar 11.97 juta ton (menurun 0.5%), sehingga pangsa karet sintetik menurun sebesar 1% menjadi 57.7% dibandingkan karet alam. Konsumsi karet dunia diperkirakan akan tumbuh sebesar 3.2% mencapai 21.33 juta ton pada tahun 2006, dan pada tahun 2007 tumbuh 6.3% mencapai 22.64 juta ton. Tingginya harga karet alam relatif terhadap harga karet sintetik mungkin akan menyebabkan substitusi dalam jumlah tertentu dan perumbuhan pasar karet sintetik yang lebih cepat.
Harga karet alam yang membaik saat ini harus dijadikan momentum yang mampu mendorong percepatan pembenahan dan peremajaan karet yang kurang produktif dengan menggunakan klon-klon unggul dan perbaikan teknologi budidaya lainnya. Pemerintah telah menetapkan sasaran pengembangan produksi karet alam Indonesia sebesar 3 - 4 juta ton/tahun pada tahun 2025. Sasaran produksi tersebut hanya dapat dicapai apabila areal kebun karet (rakyat) yang saat ini kurang produktif berhasil diremajakan dengan menggunakan klon karet unggul secara berkesinambungan.
Dengan kondisi harga karet sekarang ini yang cukup tinggi, maka momen tersebut perlu dimanfaatkan dengan melakukan percepatan peremajaan karet rakyat dengan menggunakan klon-klon unggul, mengembangkan industri hilir untuk meningkatkan nilai tambah, dan meningkatkan pendapatan petani.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa proyek perkebunan karet dilihat dari kondisi pasar dan strategi pemasaran saat ini layak untuk dilaksanakan.
ASPEK TEKNIS
Membangun perkebunan karet dengan teknologi yang canggih harus mempertimbangkan kapasitas produksi yang ekonomis sehingga investasi di subsektor ini benar-benar dapat memberikan manfaat di kemudian hari. Pendirian pabrik yang mencakup mesin-mesin dan peralatannya dengan kapasitas standar tertentu yang dari hasil penelitian telah memiliki skala produksi yang optimal telah tersedia di pasaran. Selanjutnya, pihak pemrakarsa proyek tinggal menyesuaikan luasan kebun kelapa sawit yang harus dibangun. Berdasarkan analisa usaha perkebunan karet, 1 ha luasan perkebunan karet yang dikelola sendiri dapat menghasilkan hingga 60 ton sheet kering selama jangka waktu 28 tahun umur ekonomis karet. Sedangkan satu unit pabrik karet setengah jadi dapat memiliki kapasitas mengolah karet hingga puluhan ton per hari.
Untuk mengolah bahan baku karet menjadi setengah jadi tidak membutuhkan mesin-mesin pengolahan yang canggih. Cukup dengan proses manual pemanenan dan pengolahan menjadi bahan setengah jadi dapat dilakasanakan. Akan tetapi jika karet yang dihasilkan akan diolah menjadi bahan jadi maka diperlukan mesin-mesin yang dapat mendukung efisiensi pengerjaan pengolahan bahan baku menjadi bahan jadi tersebut.
http://www.blogger.com/img/blank.gif
Lokasi pabrik pengolahan karet harus memenuhi persyaratan tertentu, antara lain: (i) harus terletak di tengah perkebunan; (ii) terletak dekat dengan sumhttp://www.blogger.com/img/blank.gifber air; (iii) dekat dengan tempat penyimpanan sementara dan tempat pengiriman bahan baku; (iv) bebas dari banjir dan harus memiliki lahan yang cukup luas untuk menampung bahan baku yang akan diolah.
Seluruh waktu yang diperlukan untuk membangun proyek ini adalah sebagai berikut: investasi kebun dimulai dari tahun ke-1 hingga tahun ke-32. Tahun ke-1 hingga 4 merupakan masa pra operasi dan mulai tahun ke-5 proyek sudah dapat beroperasi hingga proyek berakhir. Jadwal investasi kebun karet disajikan pada Tabel 1.
C. ASPEK MANAJEMEN OPERASIONAL
Untuk mengelola perkebunan karet ini akan diperlukan berbagai macam tenaga pimpinan dan tenaga inti dengan berbagai macam keahlian. Sebagai pimpinan operasional puncak akan diperlukan seorang manajer umum atau General Manager (Sutoyo, S., 1996). Dalam proyek ini sebagai pimpinan operasional puncak adalah pemimpin proyek (Pimpro). Pejabat ini harus menguasai segi teknis, pemasaran dan finansial proyek.
Guna menjamin kelancaran operasional, maka pada proyek ini akan diperbantukan seorang manajer, dalam hal ini Pemimpin Kebun. Pejabat ini akan membawahi tiga kompartemen, yakni (1) Asisten Kepala yang membawahi asisten-asisten komponen kebun; (2) Kepala Kantor (Administrasi) yang membidangi administrasi seluruh komponen proyek; dan (3) Masinis Kepala yang bertanggungjawab terhadap komponen pabrik. Di bawah Masinis Kepala terdapat Teknolog Kepala yang akan membawahi Asisten Teknolog, Asisten Pabrik, dan Asisten Laboratorium. Di bawah asisten terdapat Pegawai Bulanan dan Pegawai Harian.
Jenis dan jumlah tenaga kerja inti yang dibutuhkan disesuaikan dengan rencana penempatan pegawai kebun dan pekerja pabrik dengan standar gaji pegawai kebun inti dan pabrik yang telah ditetapkan dalam proyek ini. Kegiatan operasional sehari-hari dilaksanakan oleh Pemimpin Kebun yang akan bertanggung jawab kepada Pemimpin Proyek.
D. ASPEK FINANSIAL
Dalam studi ini, diasumsikan bahwa untuk membiayai pembangunan dan operasi perkebunan akan diperoleh dua macam sumber pembiayaan, yaitu: (1) Modal sendiri (Equity Capital) dan (2) Modal berupa kredit investasi dan modal kerja dari pemerintah melalui mekanisme DIPP. Perbandingan antara pinjaman dan modal sendiri (debt/equity ratio) yang disarankan adalah 46/54 dengan tujuan untuk menekan jumlah biaya pinjaman selama tahun-tahun pertama operasi. Jumlah pinjaman yang terlalu besar dibandingkan dengan modal sendiri akan mengakibatkan beban bunga yang terlalu berat, sehingga dapat membahayakan likuiditas maupun profitabilitas perusahaan pengelola proyek.
Kredit investasi dalam negeri diasumsikan diperoleh dalam jangka waktu pinjaman 13 tahun dengan masa tenggang pembayaran kembali selama empat tahun. Bunga pinjaman diharapkan sebesar 18 % per tahun. Pembayaran kembali pinjaman berupa angsuran pokok (principle) dan bunga (interest) selama 9 (sembilan) tahun setelah masa tenggang dengan cara mencicil menurut waktu pencairan pinjaman.
Biaya operasional tahunan dihitung untuk mempermudah para pemrakarsa dan pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengkaji prospek finansial perkebunan karet ini di masa mendatang. Dalam menghitung biaya oparasional tahunan ini digunakan asumsi-asumsi: (1) harga-harga bahan baku dan penolong pada dasarnya tidak akan berubah secara berarti; (2) hal yang serupa berlaku untuk upah langsung, gaji, dan biaya overhead; (3) harga jual hasil olahan karet tidak akan berubah secara berarti; dan (4) inflasi dalam negeri akan mempengaruhi harga jual produk dan biaya langsung secara sepadan.
Berdasarkan hasil penghitungan NPV dengan nilai social discount rate 14% selama umur ekonomis karet didapatkan nilai NPV RP. 109.613.537,79. Ini menyimpulkan bahwa proyek ini sangat layak dilaksanakan. Sedangkan berdasarkan penghitungan IRR, dengan nilai bunga terendah sama dengan social discount rate yaitu 14% dan bunga tertinggi yaitu 20% didapat hasil IRR yang lebih besar dari social discount rate yaitu 22,76%. Ini menandakan bahwa proyek perkebunan karet dilihat dari aspek finansial layak dilaksanakan.
No comments:
Post a Comment