Tuesday, August 23, 2011

Maafkan Kami Ya Rasulullah..

Memasuki hari ke-21 puasa, seusai sahur aku dan ibuku berniat untuk menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid komplek rumah kami. Entah kenapa kami sangat berkeinginan untuk shalat subuh berjamaah di masjid komplek saat itu, setelah sebelumnya jarang sekali kami shalat subuh berjamaah di masjid itu. Kebetulan memang hari itu adalah hari ahad yang mana setiap hari itu ada ceramah subuh setelah dilaksanakannya shalat subuh berjamaah. Jadi selain kami ingin mengikuti shalat subuh berjamaah, kami sangat mengharapkan mendapat siraman rohani yang akan disampaikan oleh Ustadz di masjid tersebut.

Setelah sampai di masjid, aku dan ibuku pun langsung menyusul masuk ke dalam shaf karena sudah tertinggal satu rakaat. Seusai shalat subuh, tak sabar aku ingin segera mendengarkan tausiyah yang akan disampaikan oleh Ustadz yang bernama Ustadz Fatah itu. Setelah beberapa menit berlangsung, akhirnya Sang Ustadz pun memulai ceramahnya. Tema yang disampaikannya adalah tentang Fiqih Shalat Idul Fitri. Di awal aku sebenarnya sudah merasakan sesuatu yang kurang tepat sasaran dengan pemilihan temanya, pasalnya materi yang disampaikan banyak mengandung hadits-hadits nabi dan sedikit sekali uraian penjelasan dari Ustadz tentang materi yang disampaikan. Terlebih aku tahu betul bahwa jamaah di komplek ku masih awam dan belum banyak yang paham tentang kandungan hadits apalagi tafsir hadits.

Perasaanku semakin tidak nyaman ketika sang ustadz menyampaikan riwayat hadits tentang tata cara takbiran. Bahwa terdapatnya kesalahan yang selama ini dilakukan oleh banyak orang Islam tentang tata cara takbiran dari mulai lafadz yang dilafalkan sampai tata cara takbiran. Tapi aku berharap apa yang aku khawatirkan tidak terjadi sampai selesainya ceramah subuh.

Setelah sang Ustadz selesai menyampaikan ceramahnya di bukalah sesi diskusi bagi jamaah yang ingin mengajukan pertanyaan. Dan sudah kuduga orang pertama yang mengacungkan tangan adalah orang itu. Ya, dia adalah seorang bapak berperawakan tinggi besar yang merupakan warga RT 09 yang selama ini dikenal paling vokal dan kritis terhadap perkembangan Islam dan khususnya perkembangan dakwah di komplek kami. Dalam pertanyaannya beliau menyampaikan ketidakpuasannya dan kekecewaannya atas materi yang telah disampaikan oleh sang Ustadz. Bahkan beliau mengancam sang ustadz untuk memberikan nomor kontak pribadi untuk selanjutnya akan dilaporkan ke Majelis Ulama Indonesia atas penyampaian materi yang belum tentu benar menurutnya. Isi pikirannya itu disampaikannya dengan nada tinggi seolah terkesan beliau berusaha menyudutkan sang ustadz. Tapi jawaban sang ustadz sangat sederhana, tanpa terpancing emosi dan senantiasa tersenyum Ustadz itu mengajak kami untuk berdiskusi dengannya di lain kesempatan tentang isi hadits dan perawi yang meriwayatkan seakan beliau ingin menegaskan bahwa apa yang ia sampaikan adalah benar sesuai hadits shahih terpilih yang kecil kemungkinannya untuk diragukan. Pernyataan Ustadz terebut sekaligus menjawab kekecewaan penanya pertama tadi yang meragukan materi yang disampaikan. Tapi jawaban sang ustadz belum memuaskan hati si penanya. Hingga perdebatan mereka terus bergulir selama beberapa menit, dan dipotong dengan pertanyaan seorang ibu kepada sang Ustadz. Aku kurang menangkap pertanyaan si Ibu itu karena masih terbawa suasana yang masih panas antara Ustadz dengan penanya pertama. Tapi pada dasarnya niat si Ibu untuk bertanya ini adalah betul-betul untuk mencari tahu apa yang tidak diketahuinya bukan bertujuan menyudutkan apalagi memojokkan materi yang disampaikan oleh sang Ustadz. Setelah semua pertanyaan si Ibu dijawab oleh Ustadz, kemudian sang ustadz kembali menyarankan kepada penanya pertama untuk mengkaji Kitab Ibnu Katsir yang berlandaskan Mazhab Imam Syafi’i. oh..God…rasanya saat itu aku ingin meneriakkan kpd sang Ustadz “STOP” jangan di sampaikan. Ternyata apa yang aku takutkan terjadi juga. Salah seorang jamaah bapak-bapak yang berperawakan gemuk dan berkumis langsung berteriak “Apa itu mazhab2? Aliran apa ini? Sudah…sudah..tutup saja ceramahnya,,jangan dipanggil lagi ustadz ini, siapa yang manggil ustadz ini kesini? Beni!!! Kamu yang panggil ustadz ini kan? Jangan dipanggil lagi ustadz yang kaya begini!! Tutup saja ceramahnya. Ini masjid komplek, bukan masjid satu golongan. Jangan coba2 memasukkan golongan ke masjid ini!!” Jegher…seperti itulah kondisi hatiku saat mendengar kalimat itu dan mungkin dialami juga oleh sebagian besar jamaah yang masih berada di dalam masjid. Tidak berhenti sampai di situ, bapak2 berkumis tadi langsung berdiri dan berjalan mendekati Ustadz tersebut. Ia memaki dan mengusir sang Ustadz dengan nada suara keras yang tidak selayaknya perilaku tersebut dipertontonkan di depan para jamaah lain dan bertempat di tempat yang paling agung, yaitu Rumah Allah. Beberapa jamaah ikhwan pun bergegas berdiri di dekat Sang Ustadz seketika bapak2 itu berjalan mendekatinya berupaya melindungi Ustadz jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Kami para jamaah Ibu-ibu hanya bisa berteriak “Pak, puasa pak, istighfar…istighfar…” berharap dapat meredam emosi si bapak2 itu. Tapi upaya itu tidak berhasil. Akhirnya bapak2 itu dirangkul sambil digiring keluar oleh salah seorang jamaah ikhwan yang berusaha meredam suasana. Dan..bagaimana respon sang Ustadz saat itu, dia hanya tersenyum tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Sepertinya sang Ustadz itu sudah tahu apa yang akan dia terima setelah menyampaikan isi ceramahnya. Sambil menutup kitab setebal kurang lebih 10 cm nya itu, beliau tetap tersenyum lebar tanpa ada sedikitpun guratan dendam atau amarah yang terlihat. Subhanallah. Maha Suci Allah yang Maha Lembut.

Sepulang dari masjid aku dan ibuku masih membicarakan tragedi yang baru saja kami saksikan itu. Satu hal yang menjadi pelajaran bagiku…Bahwa janganlah kita mengolok-olok suatu kaum atau golongan tertentu, karena belum tentu golongan yang kita olok-olok itu lebih buruk dari kita. Bisa jadi golongan yang kita anggap buruk itulah yang dimuliakan oleh Allah swt. Wallahua’lam. Semoga menjadi hikmah bagi kita semua. Dan semakin menambah keimanan kita pada Rasulullah saw…betapa tidak,,baru diolok2 seperti itu saja kita mungkin tidak sanggup menerimanya. Bagaimana kalau hinaan yang kita terima seperti yang dialami oleh Rasulullah saw yaitu dilempari kotoran, disangka tukang ramal, orang gila, bahkan sempat diancam untuk dibunuh. MasyaALLAH…maafkan umatmu ini Ya Rasulullah..kami hanya mampu mensyiarkan ajaranmu..tapi belum bisa menjadi pintu hidayah bagi umatmu yang lain..Astaghfirullah.